Patrialis Ajukan Surat Pengunduran Diri
Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat mengatakan Patrialis Akbar telah mengajukan pengunduran diri sebagai hakim. Pengunduran diri itu disampaikan melalui surat bertulisan tangan. "MK baru saja juga menerima surat ditulis tangan dari Patrialis Akbar yang menyatakan mengundurkan diri dari jabatan hakim Mahkamah Konstitusi," kata Arif seusai rapat konsultasi MK dan Komisi Hukum DPR, Senin, 30 Januari 2017, di Gedung MK, Jakarta.
Arief mengatakan pengunduran diri itu bisa mempercepat proses sidang Mahkamah Kehormatan MK terhadap Patrialis. Dengan demikian, dalam waktu dekat, MK bisa segera mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo untuk mengisi jabatan hakim konstitusi yang baru.
Baca:
Setara Nilai Patrialis sebagai Politikus Pemburu Jabatan
Ketua Komisi Hukum Benny K. Harman mengatakan rapat konsultasi dengan MK salah satunya membahas kasus yang menjerat Patrialis. Komisi Hukum menanyakan secara langsung kasus itu. Baik MK maupun Komisi Hukum, kata Benny, sepakat kasus tersebut sepenuhnya menjadi ranah Komisi Pemberantasan Korupsi. "Baik Komisi III maupun Mahkamah Konstitusi menghormati apa yang menjadi langkah hukum KPK," ujar Benny.
Baca:
Hakim Patrialis Akbar Disebut Ditangkap di Kos Mewah Ini
Patrialis Akbar: Tak Serupiah pun Terima Duit dari ...
Komisi Hukum juga berharap Presiden sesegera mungkin mengisi kekosongan hakim MK. "Agar tidak mengganggu kerja-kerja Mahkamah Konstitusi ke depan yang tentu saja akan semakin berat," tutur Benny.
Rapat konsultasi antara MK dan Komisi Hukum berlangsung lebih dari 2,5 jam. Selain Benny, anggota Komisi Hukum yang datang di antaranya Aboe Bakar Alhabsyi dan Trimedya Panjaitan.
Patrialis Akbar ditangkap aparat Komisi Pemberantasan Korupsi di pusat perbelanjaan Grand Indonesia. Ia ditangkap bersama beberapa orang, di antaranya seorang wanita.
Patrialis diduga menerima suap berupa US$ 20 ribu dan Sin$ 200 ribu dari pengusaha Basuki Hariman. Uang itu disampaikan melalui seorang perantara, Kamaludin. Uang suap tersebut diduga berkaitan dengan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Aturan itu membolehkan impor daging dari daerah-daerah selain Australia dan Selandia Baru, seperti India, yang harganya lebih murah, sehingga membuat bisnis impor daging menjadi sengit.
AMIRULLAH SUHADA